Rabu, 21 Mei 2014

PERAN Tembang Dolanan DALAM PENGAJARAN HINDU

Peran Tembang Dolanan 
dalam Pengajaran Hindu

Ekspresi yang ditampilkan dalam sebuah Tembang Dolanan biasanya berupa sikap senang, periang, gembira dan sebagainya. Hal ini terlihat dalam salah satu contoh Tembang Dolanan "Lir-ilir" di bawah ini yang sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Jawa.
Lir-ilir lir - ilir tandure wis sumilir, Tak ijo royo-royo tak sengguh penganten anyar, Bocah angon ... bocah angon penekno blimbing kuwi, Lunyu-lunyu peneken kanggo cuci dodotiro, Dodotiro ....... dodo tiro kumitir bedhah ing pinggir, Dondomono jrimatono kanggo. sebo mengko sore. Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane Yo surako surak horee.
Terjemahan bebas: 
Sayup-sayup bangun dari tidur, tanaman-tanaman sudah mulai bersemi, demikian menghijau bagaikan gairah pengantin baru.
 Anak-anak penggembala, panjatkan pohon blimbing itu, walaupun licin tetap panjatlah untuk mencuci pakaian. Pakaian-pakaian yang koyak pinggirnya. Jahitlah benahilah untuk menghadap nanti sore. Selagi sedang terang rembulannya. Selagi sedang banyak waktu luang. Mari bersorak-sorak horee ... 
Dari kata "yo surako surak horee" sebagaimana tertulis di bait akhir tembang ini menunjukkan bahwa penembang harus dalam keadaan gembira, suka dan tidak ada kesedihan.
 Secara umum Tembang Dolanan yang dikenal oleh masyarakat Jawa memang lebih banyak mengekspresikan kebahagiaan.
Hal ini sesuai dengan arti kata "dolanan" yang berarti "permainan". Dalam sebuah permainan biasanya anak-anak melakukannya dengan perasaan gembira dan senang. 
Namun demikian kata "dolanan" selain dapat diartikan sebagai permain an, juga dapat diartikan sebagai "kepergian".
 Hal ini sesuai dengan arti kata dasarnya (dolan) yang berarti berjalan-jalan untuk menyenangkan hati.Dengan kata lain dolan di sini berarti pergi untuk mencari kebahagiaan.
Akhudiat menyebutkan bahwa Tembang Dolanan itu juga berhubungan dengan ajaran spiritual keagamaan.Dalam tembang ini biasanya berisi nasehat-nasehat dan anjuran-anjuran supaya manusia lebih berbakti kepada Tuhan-nya. Dalam pada itu manusia akan mencari-cari sesuatu yang menurutnya dapat menjadikan sumber kebahagiaan bagi dirinya. Hal sebagaimana disebutkan dalam arti kata dolan seperti telah disebutkan dimuka.
Secara eksplisit hal tersebut bukanlah sesuatu yang baru karena jika dikaji lebih lanjut arti kata dolan sebagaimana disebutkan di atas sesuai dengan arti kata agama yang berasal dari kata Sanskerta agama. Dalam morfologi Sanskerta kata "agama" terbentuk dari kata "a" yang berarti "dekat" dan urat kata "gam" yang berarti "pergi" (dalam bahasa Inggris go). Sehingga kata agama dapat diartikan sebagai "pergi atau datang mendekat".Kemudian objek yang didekati tersebut adalah Tuhan sebagai sumber kebahagiaan, kebenaran dan kecerdasan (saccidananda brahman). 
Dengan demikian, ternyata pengetahuan dan pengalaman menghayati Tembang Dolanan yang ternyata berisi pesan tersamar ini memunculkan pendapat bahwa seni itu tidak hanya indah saja.
 Seni juga harus baik dan benar, berarti tidak hanya sekedar pertunjukan, show, makna ekstrinsik, tetapi juga sebagai petunjuk, ajaran moral, makna intrinsik.
Pengajaran Hindu ke Anak-anak 
Membangun anak-anak Hindu sebagai generasi penerus Hindu butuh ketelatenan dan kesabaran.
 Tidak seperti membangun umat Hindu yang sudah dewasa. Dalam hal ini harus ada seni pembinaan khusus untuk anak-anak Hindu.
Pembangunan adalah suatu usaha atau tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Kegiatan konstruksi ini biasanya terkait dengan pembangunan karakter manusia sebagai pribadi dan makhluk sosial melalui pendidikan dalam keluarga, sekolah, organisasi, pergaulan, ideologi agama dan sebagainya.
Memang tidak mudah untuk menjadi seorang komunikator yang baik. Diperlukan keahlian-keahlian khusus yang dapat digunakan untuk menyampaikan isi pikiran dan perasaannya, informasi, gagasan, ide dan pendapat dari sang komunikator. Keahlian-keahlian tersebut bisa merupakan suatu bakat atau kemampuan yang dikondisikan atau diolah melalui latihan-latihan khusus.
Adapun kecakapan-kecakapan yang harus dimiliki oleh sang komunikator adalah: Social Perception (cara pandang terhadap kebutuhan kebutuhan, perasaan dan sikap dan masyarakat yang dibangun), Emotional Stability (keseimbangan emosi) dan 
Intelegency (inteligensi atau daya pikir para pembangun).
Dalam hal Social Perception terhadap anak-anak, maka seorang pembina harus mengetahui secara mendalam jiwa dan karakteristik anak anak. Ini mengingatkan penulis pada dasar utama dalam Quantum Teaching yang berbunyi "Bawalah Dunia Mereka Ke Dunia Kita; Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka". Terkait dengan hal tersebut maka seharusnya seorang pembangun dapat mengajari anak melalui dunia anak-anak. Mereka tidak akan menerima jika kita menyuguhkan ajaran-ajaran Tattwa sebagaimana yang tertulis dalam Kitab Suci. Sering penulis lihat ketika ada dharma wacana anak-anak justru lebih asik dengan permainannya.
Untuk itulah pengajaran atau pembinaan agama kepada anak-anak ini harus dilakukan dengan menggunakan Tembang Dolanan. Jika anak-anak disuguhi dengan tembang-tembang yang pas buat mereka maka penulis yakin mereka akan lebih mudah menangkap konsep-konsep yang kita ajarkan. Penulis ketika diundang untuk dharma wacana pun sering menggunakan tembang-tembang dolanan jika yang penulis hadapi adalah anak-anak.
Penutup 
Tembang Dolanan merupakan seni yang perlu dikembangkan sebagai budaya agama Hindu, Di Jawa (barangkali di daerah-daerah lain), sebenarnya sudah banyak referensi Tembang Dolanan hanya saja semua itu harus digali dan disesuaikan lagi dengan kondisi di jaman sekarang.
 Jika perlu maka harus ada proses kreatif dari seniman-seniman Hindu untuk memperkaya Tembang-Tembang Dolanan yang nantinya dapat digunakan sebagai pengajaran dan pembinaan umat Hindu khususnya kepada anak-anak. © WHD No 500 Agustus 2008.
Terjemahan bebas: 
Sayup-sayup bangun dari tidur, tanaman-tanaman sudah mulai bersemi, demikian menghijau bagaikan gairah pengantin baru.
 Anak-anak penggembala, panjatkan pohon blimbing itu, walaupun licin tetap panjatlah untuk mencuci pakaian. Pakaian-pakaian yang koyak pinggirnya. Jahitlah benahilah untuk menghadap nanti sore. Selagi sedang terang rembulannya. Selagi sedang banyak waktu luang. Mari bersorak-sorak horee ... 
Dari kata "yo surako surak horee" sebagaimana tertulis di bait akhir tembang ini menunjukkan bahwa penembang harus dalam keadaan gembira, suka dan tidak ada kesedihan.
 Secara umum Tembang Dolanan yang dikenal oleh masyarakat Jawa memang lebih banyak mengekspresikan kebahagiaan.
Hal ini sesuai dengan arti kata "dolanan" yang berarti "permainan". Dalam sebuah permainan biasanya anak-anak melakukannya dengan perasaan gembira dan senang. 
Namun demikian kata "dolanan" selain dapat diartikan sebagai permain an, juga dapat diartikan sebagai "kepergian".
 Hal ini sesuai dengan arti kata dasarnya (dolan) yang berarti berjalan-jalan untuk menyenangkan hati.Dengan kata lain dolan di sini berarti pergi untuk mencari kebahagiaan.
Akhudiat menyebutkan bahwa Tembang Dolanan itu juga berhubungan dengan ajaran spiritual keagamaan.Dalam tembang ini biasanya berisi nasehat-nasehat dan anjuran-anjuran supaya manusia lebih berbakti kepada Tuhan-nya. Dalam pada itu manusia akan mencari-cari sesuatu yang menurutnya dapat menjadikan sumber kebahagiaan bagi dirinya. Hal sebagaimana disebutkan dalam arti kata dolan seperti telah disebutkan dimuka.
Secara eksplisit hal tersebut bukanlah sesuatu yang baru karena jika dikaji lebih lanjut arti kata dolan sebagaimana disebutkan di atas sesuai dengan arti kata agama yang berasal dari kata Sanskerta agama. Dalam morfologi Sanskerta kata "agama" terbentuk dari kata "a" yang berarti "dekat" dan urat kata "gam" yang berarti "pergi" (dalam bahasa Inggris go). Sehingga kata agama dapat diartikan sebagai "pergi atau datang mendekat".Kemudian objek yang didekati tersebut adalah Tuhan sebagai sumber kebahagiaan, kebenaran dan kecerdasan (saccidananda brahman). 
Dengan demikian, ternyata pengetahuan dan pengalaman menghayati Tembang Dolanan yang ternyata berisi pesan tersamar ini memunculkan pendapat bahwa seni itu tidak hanya indah saja.
 Seni juga harus baik dan benar, berarti tidak hanya sekedar pertunjukan, show, makna ekstrinsik, tetapi juga sebagai petunjuk, ajaran moral, makna intrinsik.
Pengajaran Hindu ke Anak-anak 
Membangun anak-anak Hindu sebagai generasi penerus Hindu butuh ketelatenan dan kesabaran.
 Tidak seperti membangun umat Hindu yang sudah dewasa. Dalam hal ini harus ada seni pembinaan khusus untuk anak-anak Hindu.
Pembangunan adalah suatu usaha atau tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Kegiatan konstruksi ini biasanya terkait dengan pembangunan karakter manusia sebagai pribadi dan makhluk sosial melalui pendidikan dalam keluarga, sekolah, organisasi, pergaulan, ideologi agama dan sebagainya.
Memang tidak mudah untuk menjadi seorang komunikator yang baik. Diperlukan keahlian-keahlian khusus yang dapat digunakan untuk menyampaikan isi pikiran dan perasaannya, informasi, gagasan, ide dan pendapat dari sang komunikator. Keahlian-keahlian tersebut bisa merupakan suatu bakat atau kemampuan yang dikondisikan atau diolah melalui latihan-latihan khusus.
Adapun kecakapan-kecakapan yang harus dimiliki oleh sang komunikator adalah: Social Perception (cara pandang terhadap kebutuhan kebutuhan, perasaan dan sikap dan masyarakat yang dibangun), Emotional Stability (keseimbangan emosi) dan 
Intelegency (inteligensi atau daya pikir para pembangun).
Dalam hal Social Perception terhadap anak-anak, maka seorang pembina harus mengetahui secara mendalam jiwa dan karakteristik anak anak. Ini mengingatkan penulis pada dasar utama dalam Quantum Teaching yang berbunyi "Bawalah Dunia Mereka Ke Dunia Kita; Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka". Terkait dengan hal tersebut maka seharusnya seorang pembangun dapat mengajari anak melalui dunia anak-anak. Mereka tidak akan menerima jika kita menyuguhkan ajaran-ajaran Tattwa sebagaimana yang tertulis dalam Kitab Suci. Sering penulis lihat ketika ada dharma wacana anak-anak justru lebih asik dengan permainannya.
Untuk itulah pengajaran atau pembinaan agama kepada anak-anak ini harus dilakukan dengan menggunakan Tembang Dolanan. Jika anak-anak disuguhi dengan tembang-tembang yang pas buat mereka maka penulis yakin mereka akan lebih mudah menangkap konsep-konsep yang kita ajarkan. Penulis ketika diundang untuk dharma wacana pun sering menggunakan tembang-tembang dolanan jika yang penulis hadapi adalah anak-anak.
Penutup 
Tembang Dolanan merupakan seni yang perlu dikembangkan sebagai budaya agama Hindu, Di Jawa (barangkali di daerah-daerah lain), sebenarnya sudah banyak referensi Tembang Dolanan hanya saja semua itu harus digali dan disesuaikan lagi dengan kondisi di jaman sekarang.
 Jika perlu maka harus ada proses kreatif dari seniman-seniman Hindu untuk memperkaya Tembang-Tembang Dolanan yang nantinya dapat digunakan sebagai pengajaran dan pembinaan umat Hindu khususnya kepada anak-anak.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar